JawaPos.com — Penyelenggara sekolah dan pesantren yang bernaung di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung proses pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas. Sekolah dan pesantren di bawah naungan PBNU dipastikan siap menerapkan protokol kesehatan secara ketat untuk mendukung metode belajar seperti itu.
Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama KH Abdul Ghaffar Rozin dan Sekretaris Jenderal LPI Ma'arif NU Harianto Oghie mengatakan mendukung sepenuhnya. RMI NU sendiri beranggotakan hampir 24.000 persantren, sementara LPI Ma'arif menaungi hampir 22.000 sekolah.
Gus Rozin dan Harianto mengungkap dukungan itu dalam Istighosah dan doa bersama, Rabu (29/9) malam, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kemendikbudristek, KPCPEN, PB IDI, dan PBNU. Gus Rozin mengatakan, RMI bersama seluruh elemen NU terus berusaha menerapkan protokol kesehatan untuk mendukung pembelajaran tatap muka secara terbatas di lingkungan pesantren. RMI NU tidak ingin pesantren menjadi pusat penyebaran baru Covid-19. Ia mengatakan, tradisi pesantren selama ratusan tahun menggelar pendidikan secara tatap muka dan berkelompok.
“Hampir seluruh kegiatan santri sejak bangun tidur dilakukan secara berkelompok,” kata Gus Rozin dalam keterangannya, Kamis (30/9).
Dia menyebut, pandemi membuat hampir 24.000 pesantren yang dinaungi RMI NU mengubah tradisi berabad-abad. Sebagian santri terpaksa diliburkan sehingga proses pendidikan tidak berjalan baik.
“Proses pendidikan di pesantren, terutama soal akhlak dan budi pekerti, dilakukan lewat pembiasaan sehari-hari di lingkungan pesantren,” papar Gus Rozin.
Pendidikan akhlak dan budi pekerti memerlukan proses pembelajaran tatap muka agar optimal. Proses belajar dengan interaksi langsung guru dan murid juga akan lebih meningkatkan pemahaman murid.
Dia menyebut, kepatuhan pada protokol kesehatan juga diterapkan di hampir 22.000 lembaga pendidikan Ma'arif, jaringan sekolah yang berafiliasi dengan NU. “Mencegah kemudaratan diutamakan daripada mengambil manfaat,” ungkapnya.