radartasik.com, BANJAR — Pemerhati pemerintahan Firman Nugraha SH menyebut persoalan izin mendirikan bangunan (IMB) menjadi persetujuan bangunan gedung (PBG) yang saat ini menghambat keluarnya izin bagi investor, sebenarnya bisa disiasati Pemerintah Kota Banjar. Menurut dia, persoalan belum adanya Perda PBG, sebenarnya bukan persoalan kaku yang tidak ada jalan keluarnya.
“Kan aturannya sudah ada dasarnya di PP 16 tahun 2021, Pemkot Banjar bisa langsung merujuk ke sini untuk dasar penerbitan PBG. Atau misalkan ingin menerbitkan aturan, jika perda prosesnya lama, maka pemkot bisa menggunakan perwalkot terlebih dahulu. Dalam keadaan darurat dan kekosongan hukum maka instrumen perwalkot bisa digunakan,” kata Firman, Jumat (24/9/2021).
Ia menambahkan perizinan bangunan penting dan wajib, karena pendirian bangunan harus disesuaikan dengan rencana tata ruang dan syarat teknis-administratif lainnya. Izin formal juga untuk memberikan rasa aman dan kepastian hukum agar terhindar dari gugatan pihak lain.
“Pergantian dari IMB ke PBG itu adalah konsekuensi dari UU Ciptakerja. Jadi menurut saya semangatnya adalah penyederhanaan dan percepatan proses. Ini bisa dilihat di PP 16 Tahun 2021, syarat-syarat pengurusan PBG lebih mudah daripada IMB,” ujarnya.
“Dari PP tersebut bahkan bisa ditafsirkan dalam rezim PBG, pendirian bangunan bisa dilakukan terlebih dahulu dengan sertifikat laik fungsi jika PBG belum terbit. Jadi, pada prinsipnya lebih mudah,” ujar tenaga ahli Fraksi PKS DPRD Kota Banjar ini.
Pemerhati pemerintahan lainnya Sidik Firmadi mengatakan hambatan atau kendala terkait izin pendirian tower telekomonukasi di Kota Banjar, yang diakibatkan berubahnya IMB menjadi PBG, harus secepatnya di respon dan diselesaikan wali kota Banjar. “Karena jika hal tersebut terus dibiarkan, justru akan menghambat investasi dan tentunya merugikan Kota Banjar karena kehilangan potensi retribusi yang dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD),” kata Sidik.
Selain merugikan Pemerintah Kota Banjar, kata dia, masalah tersebut jika terus dibiarkan berarti sama saja Pemerintah Kota Banjar tidak mengindahkan perintah presiden, yang mengatakan di berbagai kesempatan harus mempercepat perizinan di bidang investasi agar ekonomi daerah makin cepat tumbuh. “Jika alasannya adalah belum adanya payung hukum untuk menarik retribusi PBG, maka hal itu sebenarnya bukan masalah yang serius. Tinggal bagaimana niat wali kota Banjar bisa dengan menempuh berbagai cara, misalnya melakukan konsultasi secara proaktif dengan pemerintah provinsi atau dengan pemerintah pusat melalui menteri terkait. Atau meminta bagian hukum untuk melakukan kajian, setelah itu barulah mengeluarkan regulasi sebagai payung hukum guna menyelesaikan hambatan atau kendala perizinannya,” katanya.