Kode Etik untuk Kontrol Prilaku & Etika Dewan Kota Tasik

Jumat 24-09-2021,10:45 WIB
Reporter : syindi

radartasik.com, TASIK — Rancangan Peraturan DPRD tentang Kode Etik Pimpinan dan Anggota Dewan, merupakan amanat Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang ditindaklanjuti di daerah. Spiritnya untuk mengatrol kinerja dan performa para wakil rakyat baik di tengah masyarakat maupun terhadap eksekutif.

Hal itu ditegaskan Ketua DPRD Kota Tasikmalaya, H Aslim SH, dimana spirit pembatasan atau rambu-rambu etika para wakil rakyat tidak dalam konteks yang kaku. Apalagi mengebiri hak-hak perseorangan para pengemban aspirasi publik sebagai warga negara.

“Tetapi aturan internal DPRD ini lebih kepada seperti apa dalam bersikap, berperilaku ketika menghadapi masyarakat atau penyelenggara pemerintahan lain. Menjadi contoh publik pemilih, mengemban amanat sebagai wakil rakyat yang terhormat,” tutur Aslim kepada Radar, Kamis (23/9/2021).

Menurut dia, etika dan perilaku dewan diatur dalam regulasi itu bukan berarti selama ini rekan-rekan kerjanya bersikap nyeleneh. Melainkan di era dewasa ini, sudah diperlukan bagi penyelenggara pemerintah memperhatikan aspek norma dan kaidah yang ada di tengah masyarakat, terutama Kota Tasikmalaya dikenal daerah lain sebagai Kota Santri.

“Apalagi kultur kedaerahan kita sudah diketahui bersama, spiritnya ini kita memberi contoh selaku representasi masyarakat yang dipilih, bekerja, mendengar dan memperjuangkan hak masyarakat, mesti bisa bermasyarakat dengan wibawa dan etika sebagai wakil rakyat,” kata politisi Gerindra tersebut.

Pihaknya menargetkaan aturan yang berlaku bagi 45 perwakilan dapil se-Kota Tasikmalaya itu bisa secepatnya diterbitkan. Saat ini, pasca 17 September lalu aturan Kode Etik diusulkan untuk dibahas, baru tersusun kerangka awalnya. Ditindaklanjuti, panitia khusus dan diprediksi tidak akan terlalu sulit perdebatannya ditataran internal dewan.

“Semoga bisa secepatnya, kita lihat ini juga kan usulan dari rekan-rekan pimpinan fraksi yang ada memang berkesepakatan bahwa aturan pusat kaitan ini, harus ditindaklanjuti di daerah,” ungkapnya.

Terpisah, Sekretaris Pansus Rancangan Peraturan DPRD tentang Kode Etik Enan Suherlan menjelaskan pembahasan awal baru masuk ke poin-poin apa saja yang mesti dan dibatasi bagi para anggota dewan. Berkaitan bagaimana secara personal mereka tampil di publik, menampung aspirasi masyarakat, termasuk lokasi apa saja yang terlarang bagi para anggota dewan.

“Berada atau masuk ke tempat-tempat yang dalam konotasi mayoritas publik itu tidak baik, mereka tidak bisa, kecuali dalam keadaan sedang bertugas. Misal komisi tertentu sidak ke tempat hiburan, mengecek aktivitas atau implementasi aturan yang berlaku. Kaitannya menjaga martabat, citra, kehormatan dan kredibilitas DPRD,” papar Enan.

Politisi PAN itu menjelaskan aturan ini merupakan penjabaran dari Amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, serta peraturan pemerintah lainnya yang mengatur kaitan penyelenggara pemerintahan. Bersikap dan bertindak di saat melaksanakan tugas mau pun dalam keseharian.

“Terutama konteks pada saat rapat dan menjalankan kontrol terhadap mitra kerja masing-masing di eksekutif, bukan berarti memandulkan itu. Tetapi sikap dan cara penyampaian atau fungsi pengawasannya diberikan rambu sesuai norma dan etika,” katanya menjelaskan.

“Tidak memandulkan daya kritis, hanya yang dijaga itu sikap, ucapan, perbuatan dalam berkomunikasi dengan eksekutif atau masyarakat umum. Mana yang patut dan tidak patut, bagaimana berpakaian yang sopan dan rapi, etis dan eloknya seperti apa. Mesti dijaga sebagaimana seorang penyelenggara pemerintahan, masa yang terhormat kok selengean,” ujarnya mencontohkan.

“Dalam agama pun jelas, ini berkaitan akhlak, atau lebih spesifiknya adab. Jelas anggota dewan tidak patut kan ketika ber-piercing apalagi tatoan,” sambungnya.

Dia menjelaskan dalam rancangan peraturan ini secara maraton akan ditempuh agar secepatnya bisa diterbitkan. Selanjutnya, kata Enan, penjabaran implementasi dan pengawasannya diatur pada Peraturan DPRD tentang Tata Beracara.

Dimana secara teknis pengawasan atau penerimaan aduan publik akan diterima Badan Kehormatan (BK), ketika ada indikasi anggota dewan melakukan pelanggaran kode etik, ditindaklanjuti oleh aturan tata beracara.

“Bukan berarti rekan-rekan dewan tidak beretika, melainkan ini panduan jelas bagi rekan dewan sesuai amanat Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah, sebagaimana aturan atau kode etik pada profesi lain, memiliki rambu-rambu apa yang pantas dan tidak pantas dilakukan seorang dewan,” jelas Enan.

Tags :
Kategori :

Terkait