P2G Berharap Kemendikbudristek Tak Sering Buat Kebijakan yang Timbulkan Kontroversi dan Polemik

Sabtu 11-09-2021,10:10 WIB
Reporter : radi

Radartasik.com, JAKARTA - Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengkritisi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang tidak henti-hentinya menimbulkan kontroversi. Terbaru adalah polemik terkait rencana renovasi ruang kerja menteri  senilai Rp 6,5 miliar.

Belum lagi polemik sebelumnya yakni pembubaran Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang diganti menjadi Dewan Pakar Standar Nasional Pendidikan (DPSNP). Kemudian, Mendikbudristek Nadiem Makarim yang dinilai merupakan menteri elitis karena jarang sekali mengajak diskusi para pemangku kepentingan.

Ditambah lagi, soal Permendikbudristek Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler yang mengatakan sekolah dengan murid kurang dari 60 tidak mendapatkan BOS. Kebijakan ini tentu mendiskriminasi sekolah-sekolah pinggiran.

 “Kami berharap Kemdikbudristek tidak sering membuat kebijakan yang menuai kontroversi bahkan polemik di masyarakat. Sebab menyakitkan bagi anak-anak Indonesia, dan jelas menyalahi UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 dan 2,” ungkap Satriwan kepada JawaPos.com, Jumat (10/9/2021).

Mengenai Dana BOS, Mas Menteri memang sudah memberikan pernyataan bahwa kebijakan itu tidak akan berlaku sampai 2022. Artinya, sekolah yang jumlah muridnya kurang dari 60 akan tetap mendapat bantuan.

Nadiem sendiri sudah memberikan jawaban untuk meredam kritikan atas kebijakan tersebut. “Jadi ini sudah program dari tahun 2019 tapi belum diberlakukan pada 2021. Jadi tahun ini tidak diberlakukan, karena belum masuk tiga tahun (2022). Itu ada renggang waktunya,” terangnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi X DPR RI, Rabu (08/09/2021) lalu.

Keputusan tersebut diambil setelah melakukan kajian bersama di Kemendikbudristek. Kritikan dari berbagai sisi diapresiasi olehnya terkait kekhawatiran dan kecemasan implementasi aturan ini. Ditegaskan lagi, aturan itu juga tak akan berlaku hingga 2022 mendatang. Dengan maksud, Nadiem akan menangguhkan Juknis BOS tersebut dari saat ini hingga tahun depan.

“Alhamdulillah, Mas Menteri akhirnya merespons penolakan Aliansi Penyelenggara Pendidikan, dengan menunda pelaksanaan Permendikbud tersebut di tahun 2022,” tuturnya.

Meski begitu, diharapkan agar Permendikbudristek 6/2021 tersebut dicabut. “Sesungguhnya harapan kami jauh dari sekadar menunda pelaksanaan aturan BOS di tahun 2022 saja. Justru kami berharap, Mas Menteri mencabut total dan merevisi Permendikbud BOS Nomor 6 Tahun 2021 yang diskriminatif ini,” kata Satriwan.
Pihaknya meminta kebesaran hati dan empati dari Nadiem Makarim selaku yang tertinggi di dunia pendidikan Indonesia. Sebab, saat ini seharusnya para pendidik dan pemangku kepentingan dunia pendidikan lebih mempertebal empati kepada publik.

“Kira-kira apa yang akan dirasakan di hati para guru honorer, para siswa yang tak tersentuh infrastruktur digital selama PJJ, ketika melihat jumbonya anggaran untuk merenovasi ruang kerja Mendikbudristek-nya,” tambahnya.

“Sementara itu, di sekolah mereka untuk WC dengan air bersih saja susah apalagi bicara internet dan perangkat digital lainnya. Tentu kebijakan pendidikan Kemdikbudristek yang esensial lebih kita butuhkan ketimbang yang sensasional dan artifisial,” tandas Satriwan. (jpc)

Tags :
Kategori :

Terkait