Perjalanan Dinas Pemkab-Pemkot Harus Dikurangi!

Senin 06-09-2021,12:30 WIB
Reporter : syindi

radartasik.com, TASIK - Pemerintah daerah kini tidak bisa sering-sering melakukan perjalanan dinas tahun depan. Sebab, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah memberikan rambu-rambu menjelang penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2022.

Panduan dari pusat tersebut tertuang dalam Permendagri No 27 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan APBD. Salah satu aspek yang disoroti adalah perjalanan dinas (perdin).

Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto mengatakan, desain APBD 2022 harus memperhatikan asas efektivitas dan efisiensi. Karena itu, porsi untuk hal-hal yang tidak memiliki urgensi harus dikurangi. Misalnya, perjalanan dinas.

Di tengah pandemi yang belum jelas kapan berakhir, kata dia, ada banyak sektor yang lebih kritikal. Sebut saja sektor kesehatan, ekonomi, dan sosial. ”Alihkan ke belanja yang memberikan manfaat langsung kepada masyarakat,” ujarnya dalam konferensi pers kemarin (2/9/2021).

Menurut Ardian, secara substansi, perdin dilakukan untuk fungsi koordinasi dan konsultasi. Nah, dengan adanya aplikasi seperti Zoom Meeting, frekuensi perdin harus bisa dikurangi. Apalagi, meski melalui perangkat tersebut, pejabat daerah bisa tetap saling tatap muka. ”Pandemi sudah mengajarkan ada budaya baru,” katanya.

Kendati demikian, tidak berarti perjalanan dinas dihilangkan seluruhnya. Ardian mengatakan pihaknya memahami bahwa ada program-program yang tetap perlu dilihat dan ditinjau secara langsung. Misalnya, pembangunan infrastruktur. Eksekutif juga perlu memastikan laporan yang diterima sesuai dengan kondisi riil di lapangan.

Tahun depan Ardian meminta perdin difokuskan untuk keperluan dengan karakteristik tersebut. Kalau sebatas koordinasi dan konsultasi, pemda bisa memanfaatkan fasilitas teknologi.

Jika frekuensi perdin bisa dikurangi, pihaknya meyakini akan ada efisiensi yang cukup besar. Berkaca pada alokasi di APBD 2021, dana perdin yang dilakukan pemda di seluruh Indonesia terbilang fantastis: mencapai Rp 38,1 triliun. Perinciannya, pemerintah provinsi Rp 9,4 triliun dan pemerintah kabupaten/kota Rp 28,7 triliun. ”Silakan dialokasikan ke penganggaran lainnya,” imbau Ardian.

Selain perdin, lanjut dia, efisiensi lainnya bisa dilakukan dalam penggunaan kertas dan toner (tinta, print, dan sebagainya). Pada 2021 belanja kertas oleh pemda mencapai Rp 811,3 miliar dan toner Rp 567 miliar. Dengan pemanfaatan teknologi, dia meyakini anggaran untuk kebutuhan itu bisa ditekan. ”Belanja konsumtif bisa semakin dirasionalkan,” tegasnya.

Nah, sisa hasil efisiensi tersebut bisa digunakan di pos lainnya. Contohnya, penanganan pandemi, bantuan sosial, atau program produktif lain.

Ardian menambahkan salah satu pos anggaran yang alokasinya harus ditambah tahun depan adalah belanja tidak terduga (BTT). Pihaknya meminta agar BTT dalam RAPBD 2022 dinaikkan 5 sampai 10 persen dibandingkan 2021. Pada 2021 alokasi BTT hanya Rp 14,41 triliun.

Dia beralasan BTT merupakan instrumen anggaran yang fleksibel. Dengan demikian, jika ada hal yang bersifat mendadak, proses pergeseran dana lebih mudah dilakukan. Aspek fleksibilitas dibutuhkan di tengah ketidakpastian situasi pandemi. ”Karena kita tidak tahu situasi pandemi pada 2022 seperti apa,” terangnya.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan berpendapat, anggaran perdin semestinya dikurangi sejak lama. Pasalnya, selama ini hasil dari perjalanan tersebut kerap tidak jelas. Kesan yang muncul justru jalan-jalan dan fasilitas lainnya. ”Memang perjalanan dinas penting untuk dikurangi karena efektivitasnya selama ini dipertanyakan,” ujarnya.

Terlebih pada saat pandemi dengan berbagai pembatasan kegiatan. Pelaksanaan kegiatan juga cukup efektif untuk digantikan secara daring.

Misbah berharap instruksi efisiensi perdin bisa dikawal secara maksimal oleh Kemendagri. Dengan begitu, tidak ada pihak yang mengakali dengan mencari-cari alasan. Dia juga berharap kepala daerah punya komitmen yang sama untuk menertibkan jajarannya.

Bahkan, menurut dia, bukan hanya frekuensinya yang dikurangi. Melainkan juga hal teknis lainnya. Misalnya, jumlah orang yang ikut serta dalam tugas luar kota. ”Selama ini, dalam beberapa kasus seharusnya bisa dilakukan 1—2 orang, tapi kemudian yang melakukan rombongan,” ungkapnya.

Tags :
Kategori :

Terkait