radartasik.com, TAROGONG KIDUL — Para pegiat kebudayaan dan konservasi lingkungan di Garut meminta Pemerintah Kabupaten Garut menunda pengesahan pergantian nama sejumlah jalan. Hal itu karena mereka menilai proses pergantian nama jalan dilakukan tanpa ada diskursus di ruang publik yang melibatkan berbagai kelompok budayawan, sejarawan dan seniman.
“Konteks relevansi dan urgensinya (pergantian nama jalan) tidak pas, di tengah pandemi. Masih banyak usulan lain ke DPRD yang lebih urgen untuk bisa keluar dari kondisi yang diakibatkan pandemi Covid-19 atau usulan memajukan budaya dan lingkungan ke depan,” ujar Asep Hermawan, salah satu pegiat kebudayaan dan konservasi lingkungan kepada wartawan, Minggu (5/9/2021).
Asep melihat bupati mengganti nama jalan sebagai teknis dan sarana perhubungan saja, tidak melihat konteks yang lebih luas. “Dalam kajian toponomi, nama itu soal kebudayaan dan historis juga menyangkut imajinasi publik yang memberi identitas yang unik, jadi jalan bukan hanya sekadar sarana perhubungan saja,” katanya.
Karena ada sifat kebudayaan dan historik dalam sebuah nama, maka menurut Asep, penamaan jalan ataupun gedung di Garut bersifat publik dan harus membuka ruang diskursus. “Dengan diskursus di ruang publik, akan diuji dan dimatangkan validitas dan klaim-klaim, alasan-alasan kebenaran sebuah nama itu, jadi tidak bisa sekehendak bupati,” terangnya.
Asep mencontohkan, ada kriteria nama-nama yang bisa diusulkan nama jalan di Garut. Jika nama tokoh, maka bisa dilihat dari luasnya kepengaruhan dan masa dimana tokoh tersebut muncul.
Jika mengambil nama gunung, maka bisa dilihat dari sejarah alam tentang gunung tersebut. Karenanya, perlu ada diskursus di ruang publik agar lebih jelas dan fair di mata publik.
Asep berharap DPRD Garut sebagai lembaga penampung aspirasi masyarakat menunda pengesahan usulan bupati mengganti nama-nama jalan di Garut. “Kalau saya menolak tegas perubahan nama-nama gunung di jalan-jalan kota Garut menjadi nama-nama tokoh, karena dari sisi periodisasi, alam (gunung) lebih dulu ada sebelum sejarah tokoh dan peran-perannya,” terangnya.
“Contoh Jalan Cikuray, jika kita berjalan dari perempatan Ceplak menuju perempatan Pasundan maka kita akan mengarah dan menghadap Gunung Cikuray. Begitu pun jalan-jalan gunung yang lain,” jelasnya.
Asep juga mengusulkan penggunaan nama-nama tokoh Garut, yang namanya akan menggantikan nama-nama gunung pada jalan-jalan digunakan untuk jalan-jalan baru yang dibangun Pemkab Garut. “Jadi nama-nama tokoh yang diusulkan, dibuat untuk nama-nama jalan baru. Tidak mengganti jalan yang sudah ada, dengan jalan baru, kita bisa tahu bahwa di Garut ada pembangunan,” katanya.
Asep berharap bupati dan DPRD lebih menghayati kondisi topografi Kabupaten Garut yang tersimbolkan dalam logo Pemkab Garut berupa gambar gunung dan sungai. Artinya, bupati dan DPRD Garut haru memiliki rasa berkepentingan yang kuat akan kondisi topografi Garut. (yna)