Radartasik.com, PURWAKARTA — Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi mendampingi seorang petani Abah Adim untuk melaporkan pembabatan pohon bambu miliknya di atas lahan seluas 2 hektare di wilayah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat .
”Saya akan terus mendampingi
warga dan Abah Adim mengawal kasus ini. Saya menolak penggantian penanaman
pohon bambu dengan pohon pisang di wilayah Sukasari, Purwakarta,” kata Dedi
seperti dilansir dari Antara di Purwakarta.
Abah Adim merupakan seorang
petani penggarap yang memiliki izin garapan dari Perhutani seluas 10 hektare.
Namun tiba-tiba saat dia sedang sakit, ada sekelompok orang yang menebang pohon
bambu di atas lahan seluas 2 hektare, dengan dalih akan dimulai program
perhutanan sosial penanaman pisang.
Warga tak setuju dengan penanaman
pohon pisang, karena selama ini mereka telah hidup sejahtera tanpa merusak
kawasan hutan dari bambu. Tak hanya pemilik izin garapan, warga yang bekerja
sebagai kuli panggul bambu pun sejahtera karena mendapat upah sepadan.
Menurut Dedi Mulyadi, alih tanam
dari bambu ke pisang itu akan memperburuk keadaan. Sebab warga di sana pernah
menanam pisang, namun gagal karena hama dan penyakit. Belum lagi pisang justru
membuat struktur tanah rapuh dan menyebabkan longsor.
”Namanya perhutanan sosial itu menyejahterakan
masyarakat, meningkatkan ekonominya. Bukan orang kota yang datang menggarap ke
sini. Logikanya di mana hutan kok ditanami pisang. Itu mah perkebunan namanya,”
ucap Dedi.
Dedi menyebutkan, banyak manfaat
yang didapat dari bambu selain dari segi ekonomi. Bambu bisa membantu terhindar
dari longsor, terlebih Sukasari merupakan lereng berbukit. Bambu juga merupakan
penyelamat mata air dan tanaman yang baik sebagai daerah resapan.
”Hal ini cocok ditanam di daerah
Sukasari yang merupakan tanggul dari Waduk Jatiluhur. Kemudian kan di daerah
sana berdekatan dengan sentra industri Jatiluhur, kemudian Karawang juga. Nah
bambu ini sangat baik untuk mengatasi polusi udara,” tuturnya.
Atas hal tersebut, Dedi
memutuskan untuk membawa kasus itu ke ranah hukum. Sebab meski lahan milik
Perhutani, barang yang ada adalah milik Abah Adim.
Abah Adim sudah sejak 1965
menggarap lahan hingga akhirnya memiliki izin garapan resmi dari Perhutani.
Selama ini, Abah Adim mengartikan izin tersebut adalah untuk memberdayakan
kawasan hutan tanpa boleh merusak.
Abah Adim pada 2000 melakukan
penanaman pisang. Namun gagal, karena pisang tidak produktif dan habis dimakan
monyet. Selain itu, tanaman pisang justru menyebabkan 1,5 hektare lahan garapan
longsor.
”Baru pada 2006 mulai tanam bambu
bareng warga. Alhamdulillah menghasilkan dan tidak ada lagi longsor. Abah
merasa punya kewajiban untuk menjaga dan dititipi hutan. Makanya pohon yang ada
tidak ditebang, tanam bambunya di lahan kosong. Abah juga sudah habis Rp 120
juta untuk merawat dan bikin jalan di sini,” ujar Dedi.
Namun, kini bambu yang sudah
bertahun-tahun ditanam dan tinggal panen sudah rusak ditebang orang. (antara/jpg)