Radartasik.com, JAKARTA — Sejumlah kalangan menduga Pemerintah Indonesia sengaja menyembunyikan data riil kematian akibat Covid-19. Karena, pemerintah tidak memasukkan indikator angka kematian dalam asesmen level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
”Data itu bukan dihapus. Hanya tidak dipakai sementara waktu. Karena ditemukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang. Sehingga menimbulkan distorsi atau bias dalam penilaian,” ujar Juru Bicara Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Jodi Mahardi di Jakarta, Rabu (11/08/2021).
Pemerintah, lanjut dia, menemukan bahwa banyak angka kematian yang ditumpuk-tumpuk atau dicicil pelaporannya. Sehingga, kematian dilaporkan terlambat.
”Jadi terjadi distorsi atau bias pada analisis. Karena itu, sulit menilai perkembangan situasi satu daerah,” terang Jodi.
Data yang bias itu menyebabkan penilaian yang kurang akurat terhadap level PPKM di suatu wilayah. Data yang kurang update tersebut juga terjadi karena banyak kasus aktif yang tidak ter-update lebih dari 21 hari. ”Banyak kasus sembuh dan angka kematian yang belum ter-update," imbuhnya.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah mengambil langkah-langkah perbaikan untuk memastikan data yang akurat. ”Sedang dilakukan clean up data. Diturunkan tim khusus untuk ini. Nanti akan dimasukkan indikator kematian jika data sudah rapi,” paparnya.
Untuk sementara pemerintah masih menggunakan lima indikator lain untuk asesmen. Yaitu seperti BOR (tingkat pemanfaatan tempat tidur), kasus konfirmasi, perawatan di rumah sakit, pelacakan (tracing), pengetesan (testing), dan kondisi sosio ekonomi masyarakat. (rh/fin)