96 Persen Murid Menginginkan PTM

Jumat 30-07-2021,16:30 WIB
Reporter : syindi

radartasik.com,  JAKARTA - Para kepala sekolah di sejumlah daerah melakukan survei mandiri terkait pembelajaran tatap muka (PTM) saat pandemi Covid-19. Survei yang menyasar para orang tua atau wali murid itu bertujuan untuk mengetahui respons mereka terhadap pelaksanaan PTM.

Kepala SD Negeri Lebakwangi 01, Kecamatan JatiA­negara, Kabupaten Tegal Khaerudin mengA­ungA­kapkan, dia telah melakukan survei pada periode Januari sampai Juni 2021 untuk melihat bagaimana keinginan orang tua terhadap PTM.

Hasilnya, sebanyak 96 persen responden murid menginginkan PTM. Alasannya, orang tua tidak sanggup mengawasi anaknya belajar. Ada juga karena keterbatasan fasilitas daring.

”Orang tua murid di sekolah kami rata-rata kurang mampu. Mereka menginginkan PTM karena kondisinya tidak memungkinkan untuk daring,” kata Khaerudin kepada JPNN.com, Kamis (29/7/2021). Di tahun ajaran baru ini, lanjutnya, kebijakan Pemda sebenarnya harus pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Namun, dia memutuskan untuk membuka PTM terbatas khusus kelas bawah terutama kelas 1 dan 2.

Survei juga dilakukan Kepala SMP Negeri 3 Poigar, Kabupaten Bolaang Mongondow Sem Wokas. Menurut dia, 100 persen orang tua di daerahnya mendukung PTM. Apalagi sekolah yang dipimpinnya berada di zona hijau. Karena ada larangan PTM di sekolah oleh kepala daerah, Sem Wokas memberlakukan PTM berkelompok di tahun ajaran baru ini.

Pengelompokan dilakukan terhadap Kelas VII, VIII, dan IX yang masing-masing kelompoknya terdiri dari 3 sampai 5 siswa. ”Dibikin PTM berkelompok karena permintaan orang tua untuk PTM. Makanya setiap hari guru-guru mendatangi kelompok siswa untuk memberikan materi selama 40 menit,” ucapnya.

Kepala SD Negeri 001 Binamang, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau Zainal Abidin juga menetapkan PTM di tahun ajaran baru 2021/2022. Sebab, sesuai survei ada 99 persen orang tua murid mendukung PTM karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk PJJ.

”Siswa kami mayoritas dari kalangan tidak mampu. Kalau dipaksakan PJJ, ada banyak siswa yang tidak bisa sekolah karena tidak ada ponsel,” kata Zainal.

Dia menyebutkan, jumlah siswanya ada 120 orang dengan pengajar 15 guru. Pengaturannya, Zainal membagi setiap kelas maksimal jumlahnya 16 sampai 18 orang. Jika satu kelas ada 20 orang, maka dibagi dua kelas dengan waktu pembelajaran dibatasi tiga jam setiap hari tanpa istirahat. (esy/jpnn)
Tags :
Kategori :

Terkait