radartasik.com, SINGAPARNA — Kasus pemotongan bantuan Hibah Pemkab Tasikmalaya Tahun Anggaran 2018 sempat menghebohkan dengan ditahannya Sekda Kabupaten Tasikmalaya Abdul Kodir dan beberapa ASN oleh Polda Jabar, beberapa tahun lalu.
Kini, babak baru kasus dugaan pemotongan bantuan Hibah Pemkab Tasikmalaya Tahun Anggaran 2018 mulai muncul ke permukaan. Bahkan, Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya pun tengah menindaklanjuti dan menghitung kerugian negara atas kasus tersebut.
Dalam LHP BPK tersebut, ada beberapa temuan dan menjadi catatan soal penyaluran bantuan hibah. Termasuk BPK pun menemukan adanya pemotongan terhadap para lembaga penerima bantuan.
Temuan dalam LHP BPK tersebut ada 84 lembaga penerima bantuan dalam SK bupati tentang Penerima Hibah, namun tidak tercatat dalam sistem aplikasi. Kemudian, ada 44 lembaga yang kebanyakan yayasan masuk dalam SK bupati namun tidak masuk dalam nominatif.
Termasuk ada penerima hibah yang tidak masuk dalam nominatif SK Bupati Tasikmalaya tentang Penerima Hibah sebanyak 33 lembaga kisaran bantuannya antara Rp 50-500 juta dengan total sekitar Rp 4.095.000.000.
Sedangkan selisih atau yang diminta pihak lain totalnya mencapai Rp 2.623.000.000 dengan besaran pemotongan mulai dari Rp 50-190 juta.
Selain itu, dalam LHP BPK tersebut ada temuan 158 lembaga yang belum menyerahkan laporan pertanggung jawaban hibah dengan total mencapai Rp 19.852.500.000. Termasuk ada yang tidak sesuai ketentuan, misalnya tidak memiliki SK Kemenkumham atau tidak ada kesesuaian yang tertera dengan SK sebenarnya dengan total anggaran Rp 2.901.775.000. Termasuk ada temuan pemotongan terhadap penerima hibah yang diminta pihak lain.
Pada LHP BPK tersebut, temuan pemotongan terhadap penerima hibah tercantum ada beberapa yayasan dengan total anggaran mencapai Rp 4.135.000.000 dengan besaran yang seharusnya diterima mulai dari Rp 95-300 juta. Kemudian nilai yang diterima oleh penerima dari total Rp 4.1 miliar hanya Rp 1.5 miliar dengan besar mulai dari Rp 10-150 juta.
Menyikapi hal tersebut, Aktivis 96 Dadi Abidarda menilai beberapa temuan pemotongan bantuan hibah di yayasan dalam LHP BPK ini hanya sampel, artinya tidak semua dilakukan pemeriksaan.
“Saya mendugaa yayasan-yayasan penerima hibah yang lainnya pun juga mendapatkan pemotongan serupa. Kami minta kejaksaan bisa mengungkapnya dan menangkap big fish-nya atau dalangnya,” ujarnya, menjelaskan.
Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kabupaten Tasikmalaya Bangkit Semesta Juang Wahab mengatakan, dalam konteks penegakkan supremasi hukum, IMM akan selalu mendukung bahkan siap bersama-sama menegakkan hukum yang adil. Baik itu yang ditangani oleh kejaksaan, kepolisian maupun pihak berwenang lainnya.
Termasuk, kata dia, dalam hal penanganan kasus Hibah Pemkab Tasikmalaya Tahun Anggaran 2018, yang saat ini tengah ditangani oleh kejaksaan.
“Yang paling ingin kami tekankan adalah supremasi hukum di negara demokrasi adalah equality before the law, adanya persamaan di depan hukum,” dorong dia.
Maka jika ada persamaan, kata dia, akan ada hukuman yang proporsional. Jika pelanggar Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) saja, misalkan didenda Rp 5 juta, paling tidak yang melakukan korupsi pasti lebih besar.
“Semoga Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya dalam penanganan kasus Hibah Pemkab Tasikmalaya Tahun Anggaran 2018 mampu seperti itu dan menjadi antitesa dari hukum yang semrawut di Indonesia,” tambah dia.
Kategori :