radartasik.com, KRISIS KEPEMIMPINAN, sering kita dengar di era reformasi ini. Rakyat seperti kehilangan kepercayaan kepada sebagian besar pemimpinnya: baik pemimpin politik, ekonomi maupun sosial.
Ciri terjadinya krisis kepemimpinan tiada lain karena tidak adanya kepemimpinan yang kuat (strong leadership), tidak ada integritas, juga tidak ada keteladanan. Krisis ini diperparah dengan perilaku koruptif yang mewabah bak pandemi dari para pemimpin baik di tingkat lokal maupun nasional.
Mereka telah berkhianat dengan hanya pandai bersilat lidah dan haAnya mau enaknya sendiri, padahal karuhun kita telah memberikan bagi pemimpin semacam pedoman dalam bertingkah laku.
Diantaranya: ari nyaur kudu diukur, nyabda kudu di unggang; nu lain kudu dilainkeun, nu enya kudu dienyakeun, nu ulah kudu diulahkeun; sacangreud pageuh, sagolek pangkek; kudu nyanghulu ka hukum, nunjang ka nagara, mupakat ka balarea.
Nilai-nilai itu pantas jadi bahan refleksi tentang pemimpin dan kepemimpinan, juga sangat relevan dijadikan bahan kontemplasi, agar bisa menggugah jiwa para pemimpin yang sedang tertidur pulas lebih rancingeus, toweksa, tur amanah, atau seperti yang pernah dikatakan oleh Presiden AS ke-6 (1825-1829) John Quincy Adams: “ If yours action inspire others to dream more, learn more, do more and become more, you are leader”.
Hari ini Kabupaten Tasikmalaya berhari jadi ke 389, terhitung sejak Ki Wirawangsa ditunjuk sebagai Mantri Agung Adipati di Sukapura dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha I (tanggal 26 Juli 1632), tak pelak maka beliau adalah Bupati Sukapura (Tasikmalaya) yang pertama, peletak dasar norma-norma kehidupan bermasyarakat dan berpemerintahan.
Beliau seorang pemimpin pembaharu dan sang pembebas, karena sejak itu wilayah Sukapura menjadi otonom dan tidak subordinat lagi terhadap Mataram. Atas rintisan beliau lah maka Tasikmalaya ada sampai saat ini, cogito ergo sum.
Beliau berhasil menyelaraskan urusan pemerintahan dan agama, hubungan ulama umaro terjalin harmonis, saling melengkapi. Bahkan aliran tarekat satariyah berkembang begitu pesat dengan pusat pengembangannya di Pamijahan.
Syekh Abdul Muhyi seorang ulama besar pemimpin gerakan tarekat ini turut mendampingi pemerintahan Wiradadaha III, dengan tetap menjaga prinsip dan batas masing masing.
Wiradadaha III juga berhasil meletakan pondasi pemerintahan di Sukapura dengan mendistribusikan kewenangannya kepada para patihnya. Seperti masalah keamanan dan kesejahteraan diserahkan kepada Rd. Yudanagara.
Urusan irigasi dan pertanian diserahkan kepada Rd. Anggadipa, kemudian Rd. Somanagara diserahi urusan administrasi pemerintahan dan urusan keuangan dan pendapatan kabupaten diurus oleh Rd. Indrataruna.
Pada masa pemerintahannya rakyat hidup aman sejahtera “rea ketan rea keton sepi maling towong rampog”.
Beliau begitu cakap mengelola lahan pertanian sehingga pada waktu itu Kabupaten Sukapura menjadi penopang pangan kabupaten lain di Priangan yang lahan pertaniannya banyak terpakai untuk lahan tanaman kopi.
Kategori :