Radartasik.com, JAKARTA — Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat memaksa dunia pendidikan untuk tetap melaksanakan kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Hal ini dilakukan guna menghindari adanya klaster di sekolah.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai bahwa pelaksanaan PJJ saat ini dilematis. Sebab, PJJ banyak kendala dan menimbulkan tekanan bagi semua pihak yang terlibat.
“Menurut saya ini dilema juga untuk di wilayah darurat Jawa-Bali mau tidak mau harus memperkuat PJJ. Padahal PJJ tidak memberikan kontribusi apa-apa,” jelasnya kepada JawaPos.com, Minggu (11/07/2021).
Parahnya, tekanan yang didapat bukan hanya dari sekolah perihal tugas. Namun juga dari keluarga, seperti paksaan untuk menikah karena faktor ekonomi keluarga.
“Ini kan sudah 1,5 tahun tidak bersekolah dan PJJ tidak efektif, kemudian anak-anak ini menjadi beban keluarga dan di banyak daerah itu ada banyak pernikahan di bawah umur,” imbuh Ubaid.
Sangat disesali, mereka yang masih dalam usia sekolah terpaksa harus meninggalkan pendidikannya akibat terhambatnya kegiatan pembelajaran. Pemerintah perlu memberikan solusi yang lebih efektif agar kasus tersebut tidak semakin meningkat.
“Kita menyayangkan sekali, karena beban ekonomi keluarga dan pendidikan juga tidak jelas. Korbannya adalah anak-anak usia sekolah yang mereka dipaksa keluarga untuk menikah dan ada juga yang bekerja,” tutupnya.
Seperti diketahui, Kepala Biro Humas dan Kerjasama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hendarman mengatakan bahwa pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas di wilayah PPKM Darurat ditiadakan.
“Pembelajaran pada jenjang PAUD, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi pada tujuh provinsi, yaitu provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali wajib melaksanakan PJJ atau belajar dan mengajar dari rumah sesuai ketentuan PPKM Darurat yang berlaku,” jelas dia. (jpg)
Kategori :