Pelayanan Pasien Isolasi Mandiri Dinilai Belum Ada Keseragaman

Jumat 09-07-2021,13:41 WIB
Reporter : radi

Ada Puskesmas yang Responsif, Ada Juga Yang Lamban

Radartasik.com, JAKARTA - Tingginya angka kematian akibat Covid-19 dalam beberapa hari terakhir ditengarai terjadi karena tidak teraturnya mekanisme isolasi mandiri (isoman). Versi pemerintah, warga kurang aktif melapor ke fasilitas layanan kesehatan (fasyankes). Namun, di sisi lain ada juga versi warga yang menyebutkan bahwa fasyankes lah yang dinilai lamban merespons laporan warga.

Berdasar data website Laporcovid19.org Kamis malam (08/07/2021), ada 369 orang terkonfirmasi Covid-19 yang meninggal di luar rumah sakit (RS).

Menurut Satgas Nasional Penanganan Covid-19, banyak orang yang menjalani isoman secara serampangan tanpa petunjuk dokter. Keluarga yang merawat pun akhirnya tertular.

''Isoman yang kebablasan. Keluarga juga kurang peduli tentang perjalanan penyakit,” ujar Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan Covid-19 Brigjen TNI (pur) dr Alexander K. Ginting kepada Jawa Pos, Kamis (08/07/2021).

Ginting menyebutkan, banyak pasien positif Covid-19 yang tidak pergi ke puskesmas maupun fasyankes. Mereka hanya mengandalkan hasil lab PCR atau rapid test antigen, kemudian langsung melakukan isoman. ”Seharusnya berobat, apalagi jika ada komorbid. Itu juga harus diobati,” jelasnya.

Menurut Ginting, pendampingan tenaga medis sangat krusial, bahkan saat gejala masih ringan. Tidak bisa hanya mengandalkan hasil tes untuk menentukan kondisi medis yang sebenarnya. Tim lab PCR juga bukan tim medis sehingga pasien positif belum mendapatkan obat pendukung.

Ginting menambahkan, banyak pasien yang tidak mengenali gejala Covid-19 dan tentu saja tidak mampu mendeteksi komorbid yang dimiliki. ”Dianggap biasa-biasa saja seperti masuk angin atau flu. Setelah sesak dan demam tinggi, baru tetangga dan RT dilapori. Lalu, baru dibawa ke RS,” jelasnya.

Padahal, tingkat keparahan penyakit baru bisa dilihat dari pemeriksaan fisik, sampel darah, maupun foto toraks jika ada gejala sesak. Begitu positif, seharusnya pasien langsung memeriksakan diri ke dokter di klinik maupun puskesmas setempat. ''Tapi, orang itu kadang malu kena stigma. Setelah sesak dan demam tinggi, baru dibawa ke UGD. Padahal, yang mengobati penyakit itu kan arahan dokter. Bukan mengacu arahan sosmed, influencer, artis, toma (tokoh masyarakat), toga (tokoh agama), politisi, atau saudagar kan?” kata Ginting.

Tags :
Kategori :

Terkait